Rabu, 08 Juni 2016

Gereja dan Multikulturalisme




Gereja dan Multikulturalisme
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

ADI HERIANTO RAJAGUKGUK
KELAS XII MIA 1
SMAN 1 SIBOLGA




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umumnya gereja-gereja di Indonesia adalah gereja multikultur, yaitu gereja yang dibangun di tengah jemaat yang terdiri dari berbagai suku, budaya, adat istiadat, kebiasaan maupun geografis yang berbeda. Gereja di Indonesia adalah gereja yang terbuka terhadap keberagaman. Di kalangan umat Kristen, nampaknya multikultur bukanlah masalah yang harus dipertentangkan. Kecuali dalam hubungan antarumat bergama, sebagian umat Kristen masih dipengaruhi oleh fanatisme sempit dan prasangka. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh pengalaman konflik, kekerasan, dan sebagainya. Dalam hubungan internal jemaat kristen, perbedaan budaya, adat istiadat, dan geografis bukan hanya diterima namun juga diakomodir. Hampir semua gereja mengadaptasi budaya dalam liturgy dan perayaan-perayaan gerejawi.


B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana multikulturisme dalam Alkitab ?
2.      Bagaimana hubungan Gereja dengan Multikulturisme ?
3.      Apa yg dapat kita pelajari dari Yesus sebagai teladan dalam konteks Gereja dan Multikulturisme ?
4.      Apa saja tantangan yang dihadapi Gereja dalam mewujudkan Multikulturalisme?


C. Tujuan
1.      untuk mengetahui apa itu Multukulturisme dan hubungan nya dengan Gereja.
2.      Mengajarkan teladan Yesus dalam konteks gereja dan Multikulturisme.


D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan kajian pustaka, yakni dengan mengkaji buku-buku yang sesuai dengan topic Gereja dan Multikulturalisme. Penulisan makalah ini juga dibuat dengan sumber-sumber refrensi terpercaya seperti buku agama K13 dan internet.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Bagaimana Multikulturalisme dalam Alkitab?
Perjanjian Lama mencatat sejarah perjalanan umat Israel sebagai umat pilihan yang dalam kehidupan mereka bergaul dan berjumpa dengan bangsabangsa lain yang memiliki budaya dan agama berbeda. Hal itu nampak dalam hubungan antara bangsa Israel dengan bangsa-bangsa yang ada di Kanaan yang menimbulkan berbagai pengaruh. Bangsa Israel berhadapan dengan kemajemukan budaya bangsa di sekitarnya. Namun ketika bangsa Israel bersosialisasi dengan bangsa di sekeliling, mereka tidak selektif. Akibatnya, budaya-budaya bangsa sekitarnya yang negatif membawa bangsa Israel pada penyembahan berhala.
Begitu pula di zaman Perjanjian Baru, melalui pengalaman dijajah oleh bangsa lain, Israel pun harus bergaul dan hidup bersama bangsa-bangsa lain. Misalnya, Bangsa Persia, Yunani dan Romawi. Pada zaman Tuhan Yesus, Dia membawa pemikiran baru tentang pentingnya inklusivisme. Yesus tidak menutup diri dari kemajemukan kebudayaan. Yesus tidak memandang latar belakang budaya, suku maupun ras, Ia berkenan menerima semua orang dalam pergaulan multikultural. Ketika seorang perempuan Kanaan hendak meminta tolong (Matius 15:21-28) dan seorang Perwira Roma meminta kesembuhan (Lukas 7:1-10), Yesus menjawab akan kebutuhan mereka dan menolong mereka. Ini menunjukkan bahwa Yesus sendiri menghargai keberagaman dan perbedaan budaya.
Dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:41-47 orang-orang yang berasal dari berbagai daerah dan budaya yang berbeda mendengarkan khotbah Petrus. Pada waktu itu ada tiga ribu orang bertobat, serta menjadi model gereja pertama. Dalam perkembangan selanjutnya, perbedaan bangsa dan budaya menyebabkan perselisihan, yaitu antara jemaat yang berbudaya Yunani dan Yahudi. Perbedaan budaya antara Yahudi dan Yunani menimbulkan banyak persoalan dalam beberapa jemaat, seperti di Roma, Korintus, yang menimbulkan perpecahan dan perselisihan mengenai kebiasaan-kebiasaan jemaat (1 Korintus 11). Namun, Paulus menegaskan bahwa sekarang tidak ada lagi orang Yunani atau Yahudi, tidak ada orang bersunat maupun tidak bersunat, tidak ada budak atau orang merdeka. Semua orang sama di hadapan Allah, semua menjadi satu jemaat dimana kepalanya adalah Yesus Kristus.
Hope S.Antone menulis bahwa dalam Alkitab ditandai oleh kemajemukan atau keanekaragaman budaya dan agama . Saat Abraham dipanggil di tanah Haran masyarakat amat beragam dan tiap suku memiliki pemahaman terhadap “Allahnya” sendiri. Demikian pula di tanah Kanaan di tempat dimana Abraham dan Sara hidup sebagai pendatang.
Menurut Hope di tanah Kanaan setiap suku memiliki pandangannya sendiri terhadap yang ilahi. Di tengah situasi seperti itulah Abraham dan Sara dan bangsa Israel membangun kepercayaannya terhadap Allah yang mereka sembah. Dalam konteks tersebut Yesus juga ditandai oleh keberagaman, Yesus tumbuh dalam tradisi iman komunitas-Nya. Dalam tradisi agama Yahudi sendiri. Di zaman setelah Yesus, kekristenan tumbuh dan berakar dalam budaya Yahudi dan Yunani helenis. Pemaparan tersebut telah memberikan gambaran bahwa multikultur bukan merupakan kenyataan abad kini atau baru ada di zaman kini. Multikultur adalah kenyataan yang sudah ada sejak dulu. Allah menciptakan manusia dalam keberagaman dan menganugerahkan hikmat dan kemampuan untuk saling beradaptasi membangun kehidupan.

B. Gereja Kristen di Indonesia adalah Gereja Multikultur
Konsep masyarakat multikultural dan multikulturalisme secara subtantif tidaklah terlalu baru di Indonesia. Jejaknya dapat ditemukan di Indonesia, melalui prinsip negara ber-Bhinneka Tunggal Ika yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah masyarakat multikultural tetapi masih terintregrasi dalam persatuan .

Bagi gereja-gereja di barat, mutltikulturalisme harus melalui perjuangan berat karena masyarakat
barat pada mulanya adalah masyarakat monokultur, mereka memiliki budaya yang mirip atau dapat dikatakan sama. Di sisi lain, era kolonialisme menyebabkan bangsa-bangsa barat bersikap eksklusif terhadap budaya, adat istiadat, kebiasaan bahkan kekuasaan. Akibatnya bangsa-bangsa di luar mereka dipandang rendah. Pemahaman seperti itu turut mempengaruhi kondisi gereja, ketika agama Kristen dan Katolik disiarkan di Indonesia, segala hal yang berkaitan dengan budaya setempat dipandang kafir dan rendah. Bahkan namanama orang pun diganti menjadi nama “barat” ketika dibaptis menjadi Kristen maupun Katolik. Orang-orang Indonesia yang telah memeluk agama Kristen dan Katolik harus meninggalkan praktik budaya mereka. Umat Kristiani menjadi “imitasi” barat. Namun, situasi tersebut mulai berubah seiring dengan perkembangan dunia ketika pemikiran masyarakat mulai berubah. Umumnya orang mulai menyadari pentingnya membangun iman di tengah realitas budaya setempat. Sebelum kekristenan datang ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah hidup dalam kenyataan multikultur dimana kebiasaan gotong royong atau kerja sama antarmanusia dan kelompok masyarakat yang berbeda menjadi bagian dari prinsip hidup.

Multikulturalisme adalah cara pandang yang menjadi ideologi yang harus diperjuangkan dan diwujudkan. Mengapa harus diperjuangkan? Karena sejarah mencatat terjadi dominasi antarmanusia, suku, bangsa, budaya maupun geografis. Hal itu melanggar hak asasi manusia dan demokrasi. Pada pelajaran mengenai HAM kamu telah belajar bahwa manusia diciptakan Allah sebagai makhluk bermartabat yang bebas dan merdeka. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat merendahkan dan menolak keberadaan sesame karena alasan perbedaan latar belakang. Dalam kehidupan bergereja, acuan utama bagi multikulturalisme adalah ajaran Alkitab mengenai hukum kasih. Nampaknya bukan kebetulan ketika peristiwa turunnya Roh Kudus yang kita kenal sebagai “Pentakosta” terjadi di tengah masyarakat berbagai bangsa yang tengah berkumpul. Jauh sebelum itu, dalam Perjanjian Lama pun Allah menegaskan bahwa panggilan Abraham akan menyebabkan seluruh bangsa di muka bumi diberkati. Dalam Perjaanjian Baru janji itu dipenuhi melalui Yesus Kristus.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur, demikian pula gereja- gereja di Indonesia umumnya dibangun berdasarkan latar belakang suku, budaya, dan geografis yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan fakta bahwa gereja-gereja di Indonesia mewujudkan mulktikulturalisme meskipun masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi seperti berikut:
(1) Gereja-gereja di Indonesia memiliki anggota yang terbuka dari segi suku, budaya, bahasa, daerah asal maupun kebangsaan.
(2) Gereja-gereja di Indonesia juga mengadopsi beberapa unsur budaya local yang di masukkan kedalam liturgi ibadah. Mulai dari lagu, musik ataupun berbagai kebiasaan dan prinsip hidup lokal dapat diadaptasi dalam rangka memperkaya pemahaman iman Kristen. Misalnya, mengenai persaudaraan yang rukun dalam budaya masyarakat suku yang dapat dikembangkan dalam rangka membangun kebersamaan dalam jemaat sebagaimana ditulis dalam Kitab Kisah Para Rasul.
(3) Berbagai pelayanan gereja ditujukan bagi masyarakat secara umum tanpa memandang daerah asal, budaya, adat istiadat, kelas sosial, dan agama. Tingkat kesadaran gereja dalam partisipasi di tengah masyarakat cukup signifikan.
(4) Banyak gereja yang kini melakukan studi-studi kebudayaan untuk menggali kembali unsur-unsur budaya yang terancam hilang dari masyarakatnya. Misalnya di NTT ada sebuah lembaga yang bekerja sama dengan gereja melakukan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa daerah di hampir seluruh daerah yang ada di NTT. (5) Gereja-gereja di Indonesia membangun dialog dan kerja sama dengan umat beragama lain, khususnya di bidang kemanusiaan dan keadilan. Ada tim advokasi hukum, ada pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan bagi semua orang tanpa memandang perbedaan, latar belakang budaya maupun agama, serta kebangsaan maupun kelas sosial.

C. Belajar dari Yesus
Yesus menjadikan multikultur sebagai wacana perjumpaan antarmanusia yang dapat bergaul dan bekerja sama dalam kasih. Mengenai sikap Yesus, kita dapat mencatat beberapa pokok pikiran dari Hope S.Antone dalam kaitannya dengan multikulturalisme. Antara lain:
1. Kesetiaan Yesus ditujukan kepada Allah bukan kepada lembaga maupun praktik agama yang sudah turun temurun dilaksanakan. Konsekuensi dari sikap itu adalah Ia mengasihi manusia tanpa kecuali. Kemanusiaan, keadilan dan perdamaian amat penting bagi-Nya. Itulah cara Yesus memperlihatkan kesetiaan-Nya kepada Allah. Sikap ini menyebabkan Ia tidak disukai oleh kaum Farisi dan ahli Taurat yang begitu setia kepada lembaga agamanya melebihi Allah sendiri. Mereka mempraktikkan tradisi dan hukum agama secara turun-temurun namun lupa untuk mewujudkan hukum itu dalam kehidupan nyata sebagai umat Allah. Kritik-kritik Yesus amat keras ditujukan pada mereka. Praktik agama dan ajarannya bukan hanya dipelajari, dihafal, dan diwujudkan dalam penyembahan namun terutama harus diwujudkan dalam kehidupan dengan sesama. Itulah sebabnya Kitab Amos (Kitab Amos 5) menulis bahwa Allah menolak ibadah dan persembahan Israel karena mereka tidak mempraktikkan kebenaran dan keadilan dalam hidupnya. Ibadah formal, praktik agama itu penting namun harus berjalan bersama-sama dengan sikap hidup. Ajaran agama harus dipraktikkan dalam kehidupan nyata.
2. Kasih dan solidaritas Yesus ditujukan bagi semua orang tanpa kecuali, orang dari berbagai suku, tradisi, budaya bahkan yang tidak mengenal Allah yang disembah-Nya pun ditolong oleh-Nya. Itulah wujud kesetiaan Yesus pada Allah.
3. Yesus memperkenalkan visi baru mengenai komunitas baru di bawah pemerintahan Allah. Sebuah komunitas yang melampaui berbagai perbedaan latar belakang. Sebuah komunitas yang memiliki hubunganhubungan yang baru dimana tidak ada laki-laki maupun perempuan, budak ataupun orang merdeka, orang Yahudi maupun Yunani semua orang sama di hadapan Allah dan memiliki tempat yang sangat penting dalam komunitas baru yang terbentuk karena kedatangan Yesus.
4. Kita juga belajar dari Yesus bahwa walaupun identitas pribadi, rasial, suku, kelas sosial maupun keagamaan merupakan kenyataan sosiologis, namun yang lebih penting adalah bagaimana dalam segala perbedaan yang ada, umat manusia memuliakan Allah dengan melakukan kehendak-Nya.
5. Melakukan kehendak Allah dapat dilakukan dalam kemitraan dengan orang lain, baik itu sesama orang Kristen maupun orang lain yang berbeda suku, bangsa, budaya, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, status sosial, maupun agama. Tidak ada seorang manusia pun yang mampu melakukan berbagai hal sendirian. Dalam segala aspek kehidupan kita membutuhkan orang lain untuk saling mengisi dan saling membantu.

D. Beberapa Tantangan yang Dihadapi Gereja dalam Mewujudkan Multikulturalisme
Berikut tantangan gereja yang sering dihadapi dalam mewujudkan multikulturalisme.
1. Di kalangan gereja tertentu warisan kolonial yang bersifat anti budaya lokal masih mempengaruhi gereja dalam mewujudkan multikulturalisme. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu dan pencerahan untuk mengubah pola pikir atau pandangan gereja-gereja seperti itu.
2. Berbagai prasangka yang terus dibangun terhadap orang-orang dari kalangan suku, budaya dan daerah tertentu.
3. Individualistik. Berbagai tantangan dan beban hidup yang berat menyebabkan banyak orang lebih mementingkan kepentingan diri sendirimaupun kelompok. Akibatnya kepentingan orang lain maupun kelompok lain tidak penting lagi. Namun, pada sisi lain, masyarakat masa kini yang mengglobal memiliki satu ikatan solidaritas yang diikat oleh media sosial, misalnya twitter, facebook, instagram dan lain-lain. Masyarakat dunia akan cepat memberi reaksi dan simpati terhadap peristiwaperistiwa kemanusiaan yang dimuat di Youtube ataupun media sosial lain.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme bukan sekadar pandangan hidup melainkan cita-cita yang harus diperjuangkan demi terwujudnya keadilan dan perdamaian bagi umat manusia. Semua manusia dari berbagai latar belakang ras, suku, bangsa, budaya, kelas sosial, geografis dan agama terpanggil untuk proaktif mewujudkan kehidupan multikulturalisme. Remaja sebagai kelompok masyarakat yang sedang bertumbuh menuju dewasa memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kehidupan multikulturalisme. Perjuangan itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari iman kepada Allah di dalam Yesus Kristus.

B.     Saran

Makalah atau tulisan ini merupakan hasil karya tersendiri yang kualitasnya sendiri masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena penulis  memberikan keterbukaan kritikan dan saran kepada pembaca agar dapat mengembangkan tulisan ini, sehingga kelak bisa berguna bagi pembaca lainnya,




DAFTAR PUSTAKA
bp.blogspot.com
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti kelas XII (Buku Kemendikbud)
http://sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/nim/50070218





2 komentar:

  1. Betfair casino review - DrMCD
    Betfair casino review. Is there 양산 출장마사지 any signup and registration needed? Get the welcome 당진 출장샵 bonus of up to €1000 plus up to €1000 deposit bonus! Rating: 군산 출장샵 4.5 · ‎Review 남원 출장샵 by Dr 울산광역 출장마사지

    BalasHapus